Integrasi Etnomatematika pada Kurikulum Sekolah Berbasis Budaya Masyarakat Timor Tengah Selatan, NTT
![]() |
Thomas Edison KPendidik, Penulis & Pegiat Literasi
Etnomatematika diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brazil yang menyatakan bahwa etnomatematika merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang dalam suatu kebudayaan tertentu (Zayyadi, 2017). Secara etimologis, etnomatematika berasal dari kata ethno dan matematic. Ethno berarti etnis dan matematic berarti matematika (Alfonsa, 2016).
Etnomatematika merupakan suatu pendekatan yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan realitas hubungan antara budaya lingkungan dan matematika sebagai rumpun ilmu pengetahuan (Alfonsa, 2016). Pembelajaran berbasis etnomatematika sangat perlu agar memberikan muatan atau menjembatani antara budaya dan matematika dalam kehidupan sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dan mengacu pada kurikulum sekolah. Kurikulum 2013 yang menanamkan pemikiran ilmiah dan pendidikan karakter, menjadi rasional untuk mengintegrasikan etnomatematika dan pembelajaran matematika. Ditengah perkembangan teknologi pendidikan, kurikulum pendidikan pun menuntut keterlibatan budaya dalam pembelajaran di sekolah dengan tujuan agar siswa dapat menjadi generasi yang berkarakter bangsa.
Salah satunya adalah mengeksplorasikan etnomatematika pada pembelajaran matematika sehingga konsep abstrak matematika yang hanya ada dibayang-bayang siswa mampu ditransformasikan ke dalam kehidupan mereka. Ini merupakan salah satu motivasi bahwa matematika memiliki kegunaan yang besar dalam kehidupan dan juga merupakan bagian dari kehidupan mereka. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk mengurangi pandangan negatif terhadap matematika yang selama ini dikenal dengan materi yang sulit, abstrak dan tidak kontekstual.
Dengan demikian etnomatematika perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan sebagai kurikulum lokal yang dapat mengeksplorasikan konsep-konsep matematika.
Integrasi etnomatematika dalam kurikulum sekolah dengan asumsi bahwa untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan dan mengenalkan konsep-konsep matematika berbasis budaya. Etnomatematika dipersepsikan sebagai lensa untuk memandang dan memahami matematika sebagai produk budaya. Sebagian besar masyarakat di kabupaten Timor Tengah Selatan sering tidak menyadari bahwa mereka telah menerapkan ilmu matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memandang matematika hanyalah salah satu mata pelajaran wajib yang diperoleh di bangku sekolah. Padahal matematika sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam tarian daerah, permainan tradisional, tenun ikat, anyaman, kerajinan tangan, perkebunan, pengolahan makanan tradisional, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa matematika itu telah ada dan dimiliki oleh masyarakat sejak lama. Hal ini terealisasi melalui bentuk etnomatematika yang ada pada masyarakat Timor Tengah Selatan yang memuat konsep-konsep matematika dalam bidang geometri euclid, aljabar dan peluang. Konsep geometri yang terkandung dalam budaya masyarakat Timor Tengah Selatan, yaitu lingkaran, persegi, persegi panjang, belah ketupat, kubus, balok, prisma, limas, tabung, segi banyak dan kerucut.Selain mengetahui konsep geometri yang ada, bentuk budaya masyarakat Timor Tengah Selatan juga mengandung konsep luas permukaan dan volume pada geometri euclid, operasi pada bilangan bulat, konsep peluang serta aritmatika sosial.
Hubungan konsep matematika dan etnomatematika pada budaya masyarakat Timor Tengah Selatan antara lain konsep peluang ada kaitannya dengan gerakan tarian bonet, kombinasi warna pada motif dan tenun ikat, kombinasi warna muti (inu) pada ok tuke dan aluk, panjang garis singgung lingkaran dan busur lingkaran berkaitan dengan Tambur (kee), sisir (kil noni), destar (pilu) dan gula merah, tabung berkaitan dengan tempat kapur (kal ao), ok tuke, bakul (kuna) dan lesung (esu), kecepatan berkaitan dengan aturan permainan huila beba, kerucut berkaitan dengan bentuk gasing (pio/piol) dan bentuk pembungkus ubi (laku tobe), jaring-jaring kubus berkaitan dengan bentuk gambar dan daerah permainan siki doka, kubus dan balok berkaitan dengan Tempat sirih pinang (oko mama), Pythagoras berkaitan dengan aturan permainan oto bambu, operasi bilangan bulat berkaitan dengan aturan perhitungan pada permainan kuti kelereng dan kayu do'i, penjumlahan dan perkalian berkaitan dengan kegiatan panen dan perhitungan ketersedian hasil panen dalam satu tahun, persegi panjang berkaitan dengan bentuk hasil tenun berupa selimut (mau), sarung (tais), ikat pinggang (futu) dan anyaman tikar (nahe), luas belah ketupat berkaitan dengan ketupat (tu’as/flo-lo), motif buna dan motif anyaman, serta barisan aritmatika berkaitan dengan susunan motif dari muti (inu).
Hasil ekplorasi di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya konsep matematika yang terkandung dalam budaya masyarakat Timor Tengah Selatan yang selama ini terkesan disepelehkan oleh guru, siswa dan orang tua. Oleh karena itu perlu diketahui bahwa sumber belajar tidak hanya bersumber dari buku-buku pelajaran saja, namun dapat didukung dari lingkungan maupun budaya setempat yang lebih bermakna bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika dapat diajarkan dengan menggunakan budaya sebagai sumber belajar kontekstual dan realistis sehingga siswa dapat melestarikan budaya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sesuai dengan perkembangan kurikulum pendidikan.
Penulisan ini menyajikan hasil integrasi etnomatematika pada kurikulum sekolah berbasis budaya masyarakat Timor Tengah Selatan sebagai referensi pembelajaran yang dapat memotivasi dan merangsang siswa sehingga tertarik dalam belajar matematika berbasis budaya.
Semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat. Salam cerdas...!
Terus Berkarya Adik👍👍👍👍👍👍👍👍👍
BalasHapus